Di tulisan PartaiGolPut.com/CN saya membeberkan siapa ‘beliau’ yang saya maksud di tulisan PartaiGolPut.com/ASU. Jadi ‘beliau’ yang saya maksud adalah Muhammad Ainun Najib yang terkenal dengan nama pena Emha Ainun Najib. Saat ini sebagian orang memanggil beliau Mbah Nun. Di tulisan kali ini saya menggunakan panggilan akrab beliau yang populer sejak dulu, yaitu Cak Nun.
Orang-orang yang datang ke forum belajar/pengajian bareng Cak Nun biasa menyebut mereka sendiri sebagai Jamaah Maiyah. Sebutan “Jamaah Maiyah” sebenarnya hanya formalitas untuk kebutuhan menyebut identitas. Maiyah sendiri bukan aliran, bukan madzhab, juga bukan organisasi (jamaah/harakah).
Cak Nun pernah menyampaikan yang kurang lebihnya seperti ini:
“Maiyah bukan karya Emha. Maiyah merupakan karya Tuhan. Maiyah bentuk anugerah dari Tuhan.
Maiyah itu semacam energi (spirit). Maiyah tidak akan jadi pesaing siapapun. Maiyah itu organisme. Maiyah tidak akan bisa dibubarkan karena bukan organisasi. Maiyah tidak dinaungi payung legalitas, baik itu Parpol, Ormas, Perkumpulan ataupun Yayasan.
Orang NU yang ber-Maiyah harus jadi lebih paham ke-NU-annya. Orang Muhammadiyah yang ber-Maiyah harus jadi lebih paham ke-Muhamadiyah-annya. Begitu pula yang berasal dari harakah/organisasi lainnya.
Orang Jawa yang ikut ber-Maiyah harus jadi lebih paham ke-Jawa-annya. Begitu juga orang Sunda, Batak, Dayak, Bugis, Papua dan suku lainnya”
Mengetahui Maiyah kemudian berkesempatan ‘menikmatinya’ merupakan anugerah buat saya. Tapi tujuan saya membahasnya bukan karena saya ‘bernafsu’ menawarkan Maiyah disini. Saya hanya sekedar berbagi informasi saja.
Kalau googling “kapan NU dan Muhammadiyah lahir” akan dapat info tanggal bulan dan tahun. Begitu juga hasilnya kalau googling ormas keagamaan yang lain. Beda kalau googling “kapan Maiyah lahir”, tidak ada info tanggal, bulan dan tahun yang pasti. Malahan Wikipedia Emha Ainun Najib (Cak Nun) ada di urutan pertama hasil pencariannya.
Orang-orang di lingkaran terdekat Cak Nun sepakat bahwa forum rutin PadangmBulan sebagai embrio Maiyah. Forum yang diadakan saat malam bulan purnama itu rutin diselenggarakan di kampung tempat lahirnya Cak Nun: desa Menturo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang. Forum PadangmBulan pertama kali diselenggarakan pada bulan Oktober 1993.
Untuk memenuhi kebutuhan audiens, forum yang suasana dan nuansanya sama seperti PadangmBulan diadakan di Jogjakarta dengan nama Mocopat Syafaat. Kemudian menyusul Kenduri Cinta di Jakarta dan BangbangWetan di Surabaya. Selanjutnya berkembang forum-forum belajar/pengajian seperti itu di banyak tempat lainnya. Semuanya itu dinamakan Simpul Maiyah.
Maiyah artinya kebersamaan. Inspirasinya dari Al-Qur’an Surat 26 Ayat 62 .
قَالَ كَلَّآۖ إِنَّ مَعِىَ رَبِّى سَيَهْدِينِ
Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Al Qur’an surat Asy-Syu’ara’ ayat 26 merupakan bagian dari kisah Nabi Musa. Untuk paham konteksnya, silahkan disimak apa yang disampaikan Cak Nun di video ini.
Saya menduga nama Maiyah dipake untuk jadi pembeda dengan pengajian pada umumnya. Sebenarnya, Cak Nun dan orang-orang di lingkaran terdekatnya tidak pernah mengklaim forum diselenggarakannya sebagai pengajian. Istilah yang biasa dipakenya itu sinau bareng yang artinya belajar bersama.

Alhamdulillah saya pernah datang langsung ke forum rutin Maiyah Kenduri Cinta Jakarta sebanyak 3 kali dan Mocopat Syafaat Jogajakarta sebanayk 2 kali. Saya merasakan sendiri suasana dan nuansanya. Memang berbeda dengan pengajian pada umumnya. Tidak hanya membahas atau mendiskusikan hal-hal yang terkait agama dan spiritual, tapi juga hal-hal yang lain, pokoknya semua hal yang terkait aspek-aspek kehidupan.
Bagi yang terbiasa hidup di lingkungan agamis dan religius, mungkin akan kaget saat berada di forum Maiyahan. Tempat untuk audiensnya dicampur antara laki-laki dan perempuan. Baik audiens maupun pembicara bebas merokok. Sangat wajar kalau ada yang heran dengan model ‘pengajian’ Maiyah. Sangat mungkin ada pertanyaa: pengajian kok gini?
Mayoritas yang datang ke forum Maiyahan tidak mengenakan pakaian yang islami. Lebih banyak yang mengenakan pakaian biasa sehari-hari. Latar belakang orang yang datang juga beragam. Ada karyawan kantoran, buruh, preman, dan macam-macam. Ada juga yang bukan beragama Islam, bahkan ada yang mengaku tidak beragama dan percaya tuhan.
Suasana forum Maiyahan yang terbuka dan egaliter, jadi jawaban bagi orang-orang yang haus nilai-nilai spiritual tapi merasa nggak pantas datang ke pengajian pada umumnya karena merasa dirinya tidak agamis dan religius.
Contohnya orang di video ini.
Forum Maiyahan memang nggak akan cocok (berjodoh) dengan semua orang. Sebagaimana saya juga nggak cocok (berjodoh) dengan pengajian yang diadakan oleh jamaah (harakah) tertentu. Tapi saya ikut senang dan bahagia kalau orang lain bisa memenuhi kebutuhan religius dan spiritualnya di pengajian yang tidak cocok (berjodoh) dengan saya.
Di video tersebut Cak Nun cerita sering dimarahi (secara tidak langsung) oleh orang yang menganggap Cak Nun telah menyesatkan banyak anak muda. Cak Nun dianggap mengajari banyak orang untuk menapikan peran ulama/kiai/ustadz. Padahal setahu saya di lingkaran terdekat Cak Nun ada orang-orang yang punya otoritas dan kredibilitas dalam hal ilmu keislaman dan ilmu pengetahuan (sains) modern. Mereka jadi sumber referensi dan tempat bertanya apa yang Cak Nun belum ketahui.
Kakak pertama Cak Nun punya prestasi dan reputasi internasional. Beliau dipercaya menjadi satu-satunya anggota Dewan Pembina King Abdullah bin Abdulaziz International Center for Arabic Language dari Indonesia selama dua periode. Ini beritanya.
Beliau pernah jadi dekan Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM). Beliau biasa dipanggil Cak Fuad. Beliau sering menemani Cak Nun menyampaikan kajian Al-Qur’an. Cak Fuad membahas dari konteks ilmu bahasa Arab. Cak Nun menyempaikan tadabbur yang sesuai konteks masa kini.
Di video tersebut ada sosok Kiai Ahmad Muzammil yang menceritakan nasab Cak Nun. Beliau alumni Ma’had Aly Situbondo angkatan pertama. Beliau Pengasuh Pondok Pesantren Rohmatul Umam, Kretek, Bantul, Yogyakarta. Beliau sering jadi sumber referensi Cak Nun untuk masalah fikih dan syariat Islam. Sayang sekali beliau berpulang pada 27 Mei 2021, bertepatan dengan hari ulang tahun Cak Nun.
Buku yang mau saya kaji intens. Ditulis oleh salah satu orang di lingkaran terdekat Cak Nun. Beliau Dr. M. Nursamad Kamba, M.A., kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan. Di kalangan Jamaah Maiyah, beliau terkenal dengan panggilan Syaikh Kamba. Syaikh Kamba merupakan alumni S1, S2 dan S3 dari Universitas Al-Azhar Cairo jurusan Akidah & Filsafat. Beliau seorang dosen dan pendiri Jurusan Tasawuf Psikoterapi, Fakultas Ushulluddin UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Banyak orang meyakini Cak Nun seorang sufi, Syaik Kamba yang punya otoritas di bidang keilmuan tasawuf menkonfirmasi itu. Syaikh Kamba berpulang pada 20 Juni 2020. Beberapa waktu sebelum buku terakhir beliau (yang akan saya kaji intens) terbit.
Dua buku yang ditulis Syaikh Kamba berkolaborasi dengan Mbah Sujiwo Tejo. Alhamdulillah saya sudah baca dua buku tersebut.
Anak pertama Cak Nun, Sabrang Mowo Damar Panuluh, terkenal dengan nama populer Noe vokalis Band Letto. Dia pernah kuliah di Kanada, belajar Matematika, Fisika dan Psikologi. Saat ini dia sedang merintis platform Symbolic.id. Sabrang merupakan sumber referensi Cak Nun terkait ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi terkini. Yang penasaran dengan pemikiran Sabrang, silahkan disimak video wawancaranya dengan Gita Wirjawan.
Apakah Maiyah Bisa Mengubah Indonesia?
“….gasruk, yakin pokok’e, mlaku terus, yakin, terjadi, perkoro nggak, wesss biasa…”
“…yang primer itu perubahan dari kita atau dari Allah?…”
“…karena kita niat beneran, Allah akan bekerja untuk kita…”
“…Tuhan tidak mengajarkan sukses, Tuhan tidak mengajarkan berhasil, yang Tuhan ajarkan cuma satu, berjalan di jalan yang benar, dengan tujuan yang benar, dengan cara jalan yang benar…”